FORT BRAGG,SELASA-Akhir tahun lalu, 22.000 personel Divisi ke-82 Angkatan Udara AS kembali ke Fort Bragg, sebuah kota militer di North Carolina, AS. Agustus lalu, kota ini dipenuhi ibu hamil.
Pemandangan sama terjadi di Fayetteville, kota tetangga Fort Bragg. Pekan lalu kota ini menyelenggarakan baby shower, pesta menyambut kelahiran bayi, massal yang dihadiri sekitar 1.000 calon ibu dan ibu baru. Mereka istri anggota Divisi 82.
Yang terpengaruh langsung dari kehamilan massal ini tentu para dokter kandungan, perawat, dan bidan. Jadwal konsultasi prakelahiran sangat padat. Belum lagi saat harus melayani proses kelahiran.
RS Militer Womack di Fort Bragg, misalnya, kewalahan dalam melayani calon-calon ibu itu. Sebagian harus mau dirujuk ke fasilitas untuk warga sipil. Bahkan ada juga ibu yang melahirkan di ruang tunggu karena RS militer itu kehabisan kamar. Hal yang sama terjadi di klinik-klinik kelahiran di Fayetteville.
Toko-toko juga kewalahan memenuhi kebutuhan bayi. Stok kereta dan boks bayi kosong. Para ibu mengeluh tidak bisa membeli peralatan bayi yang serasi. Beberapa toko harus buka hingga tengah malam hingga harus menggaji karyawan untuk shift malam.
Unit kelahiran di RS Militer Womack sebenarnya hanya berkapasitas 11 tempat tidur. Tapi bulan Agustus lalu, mereka membantu 300 kelahiran dan 261 kelahiran pada September. Rata-rata, 10 anak tentara lahir per hari.
Tapi para perawat tidak keberatan bekerja ekstra akibat kelahiran massal ini. Terlebih setelah melihat banyaknya tentara yang pulang dalam keadaan terluka. “Melihat kehidupan baru setelah ada banyak tragedi memberi saya semangat baru,” kata perawat Wanda McCants.
Pimpinan Fayatteville Kirk de Vier mengatakan, “Kami membantu kelahiran 400 bayi dalam sebulan di berbagai rumah sakit di daerah ini.” Ini artinya angka kelahiran di kota itu naik hingga 50 persen pada bulan Oktober lalu.
Kesibukan bertambah juga dialami staf Program Pendampingan Orangtua Baru yang dibentuk sekelompok perawat dan pekerja sosial. Tahun lalu mereka hanya mempekerjakan lima orang, kini karyawannya mencapai 19 orang.
“Support group kami bertemu seminggu sekali. Biasanya diikuti 30 orang, tapi kini pesertanya mencapai 100 orang,” kata Sue O'Brien, ketua program ini. Untuk para ayah, program ini membentuk kelas Dads 101. Di kelas ini mereka belajar menyesuaikan diri, 'dari tentara menjadi ayah'. Anggota kelas ini pun meningkat pesat.
Sayang, tak semua ayah bisa mendampingi bayi-bayi mereka karena akan segera diberangkatkan lagi Irak atau Afghanistan. Meninggalkan keluarga, khususnya bayi yang baru lahir, dan menghadapi maut di medan perang merupakan hal terberat bagi para ayah.[img][/img]
Pemandangan sama terjadi di Fayetteville, kota tetangga Fort Bragg. Pekan lalu kota ini menyelenggarakan baby shower, pesta menyambut kelahiran bayi, massal yang dihadiri sekitar 1.000 calon ibu dan ibu baru. Mereka istri anggota Divisi 82.
Yang terpengaruh langsung dari kehamilan massal ini tentu para dokter kandungan, perawat, dan bidan. Jadwal konsultasi prakelahiran sangat padat. Belum lagi saat harus melayani proses kelahiran.
RS Militer Womack di Fort Bragg, misalnya, kewalahan dalam melayani calon-calon ibu itu. Sebagian harus mau dirujuk ke fasilitas untuk warga sipil. Bahkan ada juga ibu yang melahirkan di ruang tunggu karena RS militer itu kehabisan kamar. Hal yang sama terjadi di klinik-klinik kelahiran di Fayetteville.
Toko-toko juga kewalahan memenuhi kebutuhan bayi. Stok kereta dan boks bayi kosong. Para ibu mengeluh tidak bisa membeli peralatan bayi yang serasi. Beberapa toko harus buka hingga tengah malam hingga harus menggaji karyawan untuk shift malam.
Unit kelahiran di RS Militer Womack sebenarnya hanya berkapasitas 11 tempat tidur. Tapi bulan Agustus lalu, mereka membantu 300 kelahiran dan 261 kelahiran pada September. Rata-rata, 10 anak tentara lahir per hari.
Tapi para perawat tidak keberatan bekerja ekstra akibat kelahiran massal ini. Terlebih setelah melihat banyaknya tentara yang pulang dalam keadaan terluka. “Melihat kehidupan baru setelah ada banyak tragedi memberi saya semangat baru,” kata perawat Wanda McCants.
Pimpinan Fayatteville Kirk de Vier mengatakan, “Kami membantu kelahiran 400 bayi dalam sebulan di berbagai rumah sakit di daerah ini.” Ini artinya angka kelahiran di kota itu naik hingga 50 persen pada bulan Oktober lalu.
Kesibukan bertambah juga dialami staf Program Pendampingan Orangtua Baru yang dibentuk sekelompok perawat dan pekerja sosial. Tahun lalu mereka hanya mempekerjakan lima orang, kini karyawannya mencapai 19 orang.
“Support group kami bertemu seminggu sekali. Biasanya diikuti 30 orang, tapi kini pesertanya mencapai 100 orang,” kata Sue O'Brien, ketua program ini. Untuk para ayah, program ini membentuk kelas Dads 101. Di kelas ini mereka belajar menyesuaikan diri, 'dari tentara menjadi ayah'. Anggota kelas ini pun meningkat pesat.
Sayang, tak semua ayah bisa mendampingi bayi-bayi mereka karena akan segera diberangkatkan lagi Irak atau Afghanistan. Meninggalkan keluarga, khususnya bayi yang baru lahir, dan menghadapi maut di medan perang merupakan hal terberat bagi para ayah.[img][/img]